Diotakku hanya ada benang-benang kusut struktur
Jalanan hujan, entah berapa mobil didepan sana
Macet.
Tak ada senyum yg biasa, senyum girang karena akan bertemu
Hanya airmata yg tak mau kalah jatuh seperti hujan
Kesal. Pusing. Macet. Jauh. Hanya itu gumalku sepanjang
jalan
“Ga ada khawatirnya banget.” Itu yang selalu jadi garis
keras
Saat sampai, rasanya malas menyuguhkan segaris senyum pun
“kamu kehujanan ya? bandel, sini pake jas dulu.” Suara khawatirnya
yg khas
“udah deh ayo naik tanggung basah.”
Mungkin jika disitu ada cermin sebesar tembok, aku bisa
begitu jelas melihat betapa dingin dan juteknya muka ini. Ah sudahlah...
Sepanjang jalan dia hanya menggunakan satu tangan untuk
menjaga keseimbangan motor
Satu tangannya lagi? Memegangi tanganku, digenggamnya keras
“tangan kamu dingin sayang, kedinginan ya?”
Suaranya, pundaknya atau badan besarnya pun belum menguncang
kesalku
Hujannya semakin deras...
Tak ada pun satu pakaian anti hujan yang kita gunakan
Basah. Ya.. namanya juga kehujanan.
“doain aku ya sayang.” Pintanya
“hah? Emg kamu mau kemana?”
Aku kaget karena dia selalu bilang gitu saat dia besoknya
keluar kota atau ada sesuatu
“ga kemana-kemana sayang, doain aku aja biar bisa bahagiain
kamu. Biar nanti ga ajak kamu hujan-hujanan terus kaya gini. Ngerasa tenang ga
sih? Kehati bangetloh sayang, serius. Aku makin yakin karena ga salah orang
punya pacar kaya kamu, yang bisa aku ajak gini dan ga manja. Makasih ya aku
sayang kamu.”
Dheg!
“aku juga sayang kamu, apa adanya.” Sadar tak sadar ucapan
itu keluar tapi dengan suara yang sangat parau, menahan tangis? Iya.
Ya tuhan, kenapa aku ini..
Seharian ini hanya menggerutu kesal
Menampakan pertama bertemu bukan senyum malah ketus
Sampai tidak terlintas kangen saat lihat badannya yg besar
itu
Padahal dia sangat bahagia dengan kejadian ini
Padahal dia sangat begitu yakin
Dari situ, entah kenapa hujan yg semakin deras atau aku yg
terus menangis
Semua basah, mukaku basah.
“kerumah dulu ya angetin dulu badan kamu kasian sayang
kedinginan.”
Sesampainya,
“ganti baju ya pake kaosku, ini jaketnya sayang. Pokoknya buat
badan kamu seanget mungkin ya sayang.”
Aku hanya diam dengan mata sembab, setelah tadi disetengah
perjalanan menangis
Tak lama dia kembali dengan secangkir kopi putih hangat,
“ini sayang angetin dulu badan kamu,”
“oh iya, makasih ya sayang.”
Satu teguk, dua teguk..
Dia membenamkan kepala ku dipundaknya,
Ya badannya hangat, nafasnya, wangi badannya khas, aku suka.
“enakan sayang? Angetkan? Sini peluk aku yang kenceng.”
Tanganku juga digosoknya supaya hangat
Nyaman. Hanya itu, semua yang ingin kukeluhkan, aku lupa.
Terimakasih sayang untuk yakinmu
Terimakasih untuk badan besarmu yg melindungi tubuh kecilku
dari deras hujan
Terimakasih untuk segelas kopi putih hangatnya
Terimakasih untuk peluk dan hembusan nafas yang hangat
Aku sayang kamu, Al.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar